ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
Nama : Romartina Harhariza
NPM : 29214791
Kelas : 2EB37
Dosen : Widiyarsih
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2015/2016
UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2015/2016
CONTOH KASUS PERSEKONGKOLAN DAN KASUS PERSAINGAN PASAR TIDAK SEHAT
1. Contoh Kasus Persekongkolan
kasus persekongkolan dalam rangka membocorkan rahasia dagang/perusahaan (Pasal 23) yang pernah dilakukan oleh perusahaan EMI Music South East Asia, Arnel Effendi, SH, DEWA 19 (group musik) dan Iwan Sastra Wijaya. Kasus ini terjadi ketika DEWA 19 memutuskan untuk pindah dari PT Aquarius Musikindo ke EMI Music South East Asia. Pada awal SEWA 19
membuat perjanjian dengan PT Aquarius Musikindo dengan No. 001/JS/DW/07/04, tertanggal 12 Juli 2004 yang secara garis besar menyatakan, bahwa : artis secara bersama-sama (group) maupun perseorangan akan terikat secara formal kepada PT Aquarius untuk menjual master rekaman artis secara eksklusif sebanyak 1 (satu) album, yaitu album Laskar Cinta (Vol 4) yang ditambah dengan 4 (empat) lagu baru lainnya yang akan digabungkan dengan lagu-lagu artis yang telah pernah beredar untuk kepentingan pembuatan album-album kompilasi atau The Best (Repackage), dengan jangka waktu keterikatan secara eksklusif sebagai berikut :
- Artis akan menyerahkan 4 (empat) lagu baru kepada PT Aquarius dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 bulan sejak album artis “Laskar Cinta” diedarkan oleh PT Aquarius;
- Apabila di dalam jangka waktu tersebut dalam point a, si artis belum menyerahkan 4 (empat) lagu baru, maka artis masih terhitung terikat dalam perjanjian secara eksklusif dengan PT Aquarius.
Sebagai anggota Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), Jusak seharusnya memberitahu EMI South East Asia bahwa DEWA 19 sudah terlebih dahulu terikat perjanjian dengan PT Aquarius Musikindo. Tindakannya justru menguatkan, bahwa penandatanganan kontrak DEWA 19 dengan PT EMI South East Asia untuk menghindari pasal 7 dan 9 Buku Putih ASIRI. Apalagi Arnel Affandi S.H. adalah mantan konsultan hukum PT Aquarius Musikindo yang tentunya mengetahui sebagian besar isi kontrak antara DEWA 19 dengan PT Aquarius Musikindo, karena terjadinya penandatanganan perjanjian DEWA 19 dengan PT Aquarius Muskindo (12 Juni 2004) hanya selang lebih kurang satu bulan sebelum penandatanganan perjanjian DEWA 19 dengan PT EMI SEA yaitu pada tanggal 19 Juli 2004.
Persekongkolan yang dilakukan oleh EMI Music South East, PT EMI Indonesia serta DEWA 19, Iwan Sastra Wijaya dan Arnel Effendi merupakan tindakan melanggar Pasal 23 UU No. 5 Tahun 1999, sehingga dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, dan pada akhirnya membuat iklim usaha tidak kondusif serta merugikan pihak lain (pelaku usaha peasing), yaitu PT Aquarius Musikindo. Dalam perkara ini yang menderita kerugian atas berpindahnya DEWA 19 adalah PT Aquarius Musikindo, yaitu sebesar Rp. 4.295.627.881,00, namun KPPU menilai, bahwa kerugian wajar dan riil yang diderita oleh PT Aquarius Musikindo hanya sebesar Rp. 3.814.749.520,00.
2. Contoh Kasus Persaingan Pasar Tidak Sehat
Chevron Divonis Denda Rp 2,5 Milyard
JAKARTA. Raksasa perusahaan minyak Chevron Indonesia Company divonis bersalah melakukan tindakan diskriminasi dalam tender export pipeline front end enggineering & design contract. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghukum Chevron membayar denda sebesar Rp 2,5 miliar.
“Menyatakan bahwa terlapor I (Chevron) terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 19 Huruf D Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” kata Ketua Majelis Komisi Muhammad Nawir Messi, Kamis (16/5).
Dalam Pasal 19 Huruf d disebutkan pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku uasaha lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat berupa melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Sementara itu, Majelis Komisi juga memutuskan bahwa PT Worley Parsons Indonesia (terlapor II) tidak terbukti melanggar Pasal 19 Huruf D UU No. 5 Tahun 1999. Chevron disebutkan melakukan praktek diskriminasi terhadap peserta tender lainnya yakni PT Wood Group Indonesia. Sementara itu, Chevron telah menetapkan PT Worley Parsons (terlapor II) selaku pemenang tender.
Terkait putusan ini, Stefanus Haryanto, Kuasa Hukum Chevron, enggan untuk memberikan komentarnya. “No comment ya,” katanya. Hal serupa juga disampaikan oleh Mochmad Fachri selaku kuasa hukum Worley Parsons.
Perkara ini berawal dari penyelidikan terhadap Resume Monitoring KPPU RI mengenai adanya Dugaan Pelanggaran Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait dengan Tender Export Pipeline Front End Engineering & Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron Indonesia Company, yang dilakukan oleh Chevron Indonesia Company sebagai Terlapor I dan PT Worley Parsons Indonesia sebagai Terlapor II.
Objek perkara ini adalah Tender Export Pipeline Front End Engineering & Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron Indonesia Company dengan total estimate contract value sebesar 4.690.058 US$. Tender ini menggunakan sistem pemasukan penawaran dua tahap berdasarkan PTK 007 Revisi 1 Tahun 2009, yang terdiri dari tahap teknis dan tahap komersial.
Analisis Contoh Kasus di atas
- Analisa Bukti
- UU yang berlaku
- Hukuman yang Berlaku
- Objek Perkara
- Tanggapan