Perekonomian Indonesia
Disusun Oleh : Nur Kholifah (28214173)
Ranty Octaviani (28214931)
Romartina Harhariza (29214791)
Kelas : 1EB34
Jurusan : Akuntansi
Dosen : R. Hardadi
Ranty Octaviani (28214931)
Romartina Harhariza (29214791)
Kelas : 1EB34
Jurusan : Akuntansi
Dosen : R. Hardadi
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014/2015
A. Bonus Demografi
Bonus demografi adalah bonus atau peluang (window of opportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsipenduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Di Indonesia fenomena ini terjadi karena proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun lalu dipercepat oleh keberhasilan kita menurunkan tingkat fertilitas, meningkatkan kualitas kesehatan dan suksesnya program-program pembangunan sejak era Orde Baru hingga sekarang.
Keberhasilan program seperti KB selama berpuluh tahun sebelumnya telah mampu menggeser penduduk berusia di bawah 15 tahun (anak-anak dan remaja) yang awalnya besar di bagian bawah piramida penduduk Indonesia ke penduduk berusia lebih tua (produktif 15-64 tahun). Struktur piramida yang “menggembung di tengah” semacam ini menguntungkan, karena dengan demikian beban ketergantungan atau dukungan ekonomi yang harus diberikan oleh penduduk usia produktif kepada penduduk usia anak-anak (di bawah 15 tahun) dan tua (di atas 64 tahun) menjadi lebih ringan.
Maka kemudian muncul parameter yang disebut “rasio ketergantungan” (dependency ratio), yaitu rasio yang menunjukkan perbandingan antara kelompok usia produktif dan non produktif. Rasio ini sekaligus menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Semakin rendah angka rasio ketergantungan suatu negara, maka negara tersebut makin berpeluang mendapatkan bonus demografi.
Engine of Growth
Bonus demografi menjadi pilar peningkatan produktivitas suatu negara dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan SDM produktif. Ketika angka fertilitas menurun, pertumbuhan pendapatan perkapita untuk memenuhi kebutuhan penduduk usia anak-anak dapat dialihkan untuk peningkatan mutu manusia. Pada saat yang sama, jumlah anak yang sedikit membuka peluang perempuan untuk masuk ke pasar kerja yang sekali lagi akan mendongkrak produktivitas.
Menurut guru besar demografi Universitas Indonesia Prof. Dr Sri Moertiningsih Adioetomo, Indonesia sudah mendapat bonus demografi mulai 2010 dan akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2020 hingga tahun 2030. Berdasarkan data BPS hasil sensus penduduk tahun 2010 angka rasio ketergantungan kita adalah 51,3%(lihat grafik). Bonus demografi tertinggi biasanya didapatkan angka ketergantungan berada di rentang antara 40-50%, yang berarti bahwa 100 orang usia produktif menanggung 40-50 orang usia tidak produktif.
B. AFTA
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. Produk yang dikatagorikan dalam General Exception adalah produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi dan budaya
1. Lahirnya AFTA
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN (ASEAN Summit) ke-4 di Singapura pada tahun 1992, para kepala negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun.
2. Tujuan dari AFTA
Manfaat :
C. AFCTA
Perjanjian ACFTA diselenggarakan dengan maksud membuka akses pasar Indonesia ke cina. Sebagai Negara berpenduduk banyak indonesia menjadi incaran strategis cina. Permasalah ekonomi dan infrastruktur yang tidak mendukung telah menghalangi industri dalam negeri untuk bertahan hidup bahkan di negri sendiri. Dari beberapa Negara yang telah menyetujui perjanjian ini indonesia adalah salah satu Negara yang mengalami defisit dimana impor lebih besar dari pada ekspor. Sehingga dampak dari perdagangan bebas cina dan Indonesia (ACFTA) perlu dilakukan revisi. Hal ini memerlukan adanya solusi, sikap mental dan kecintaan rakyat Indonesia pada produk dalam negeri.
PERSIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI ACFTA
a. Ketersediaan infrastruktur akan berdampak positif pada investasi swasta, inflasi juga dapat ditekan dengan mengurangi biaya transportasi dan energi dapat ditekan. Akibatnya investor akan tertarik menanamkan modal di indonesia, dan perekonomian Negara kita akan tumbuh dengan cepat.
b. Infrastruktur jalan dalam negri banyak yang sudah rusak, sempit dan berlubang-lubang, bahkan kerusakan tersebut terjadi di daerah industri dimana tingkat transportasi bahan produksi tinggi. Sedangkan cina membangun jalan raya sepanjan 25 km per hari, sangat kontras dengan indonesia yang tidak sampai 2.5 km perhari.
c. Pemerintah sering kali terlambat menerapkan kebijakan pengaman sebagai mekanisme perlindungan industri lokal. Apabila sudah terlambat maka pengaman tidak akan berguna lagi karena industrinya sudah terlanjur mati.
d. Pemerintah indonesia sudah memberlakukan persyaratan dimana produk dari luar negri harus memenuhi standard nasional indonesia (SNI), memiliki label berbahasa indonesia, dan tidak menjual produk dengan harga yang lebih murah dibandingkan di negara asalnya.
Dampak ACFTA terhadap UMKM di INDONESIA
a. Ketergantungan industri dalam negri terhadap impor bahan baku dari cina adalah factor yang mendasari kalahnya bersaing produk dalam negri tersebut, dimana para pengrajin batik sudah mengeluhkan keadaan tersebut. Mereka dipaksa untuk meningkatkan biaya produksi sebab bahan baku yang mahal harganya tersebut tidak dapat dihindarkan.
b. Keterpurukan pengusaha dalam negri kita juga di sebabkan oleh kurs mata uang Rupiah indonesia mengalami penguatan terhadap kurs cina yuan, hal tersebut mengakibatkan harga barang-barang cina menjadi lebih murah apabila di jual di indonesia dan harga barang-barang indonesia yang dijual di cina akan mengalami inflasi.
c. Momentum inflasi bahan baku dan penguatan kurs yuan terhadap dollar AS yang terjadi akhir-akhir ini tidak dapat dimanfaatkan semaksimalkan mungkin sebab rupiah memimpin penguatan mata uang di asean. Hal tersebut diatur dalam IAS No 21 The Effects Of Changes In foreign Exchange Rates.
d. Sebagai contoh akan peristiwa ini, jika perbandingan pertukaran antara rupiah dan yuan adalah 1:1,5, maka jika harga produk tersebut di jual dalam rupiah dengan harga Rp1000 maka di cina akan dijual seharga 1500 yuan, dan apabila produk di cina di jual dengan harga 1500 yuan maka di indonesia akan terjual dengan harga 1000 rupiah. Oleh karena itu maka bank indonesia diharapkan dapat menjaga penguatan Rupiah untuk menghindari dampak negatif terhadap industri dalam negri.
· MANFAAT ACFTA BAGI INDONESIA
Ditengah gonjang-ganjing kesiapan Indonesia menghadapi serbuan produk cina di pasar, banyak investor yang memandang bahwa Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar. Cara pandang investor terhadap indonesia sudah berkembang. Penduduk indonesia yang menjadi penyumbang 40% populasi penduduk ASEAN1 membuka peluang investasi di indonesia. Perusahaan cina agresif berinvestasi dalam sector energy, kontraktor, perbankan, perkebunan, dan telekomunikasi. Sebagai contoh PT Bajradaya sentranusa Li Hongquan telah menyelesaikan proyek pembangkit listrik tenaga air Asahan yang menguntungkan Negara kita dari kekurangan energi sebab Negara kita tidak memiliki sumber daya untuk mengembangkan proyek tersebut. Dan investasi tersebut akan mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membuka lapangan pekerjaan dan CSR2 perusahaan.
Perjanjian ini juga akan membuka pasar cina bagi pengusaha indonesia, peluang ini sangat menggiurkan sebab populasi penduduk cina yang sangat besar menjadi kue bagi perusahaan indonesia yang sangat besar porsinya.
D. MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya system perdagaangan bebas antara Negara-negara asean. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). Pada KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi.
Tujuan Ekonomi ASEAN 2015
Tujuan dibuatnya Ekonomi ASEAN 2015 yaitu untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, dengan dibentuknya kawasan ekonomi ASEAN 2015 ini diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara ASEAN, dan untuk di Indonesia diharapkan tidak terjadi lagi krisis seperti tahun 1997.
Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Dalam beberapa hal, Indonesia dinilai belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Namun banyak peluang yang dapat kita lihat dari Ekonomi ASEAN 2015 ini. Banyak kalangan yang merasa ragu dengan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Dalam kekhawatiran mengenai terhantamnya sektor-sektor usaha dalam negeri kita, jika kita mengingat bagaimana hubungan bilateral Indonesia dengan China. Kini China mampu menguasi pasar domestik kita yang pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas Indonesia. Indonesia masih berada di posisi 121 dari 185 negara, itu artinya masih perlu pembenahan dalam memaksimalkan daya saing SDM di Indonesia melalui kesempatan pendidikan, dan kesehatan. Masalah yang kita lihat mengenai kualitas SDM sebenarnya hanyalah salah satu masalah mendasar yang dialami Indonesia.
Hambatan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Hambatan yang dihadapi oleh pekerja Indonesia untuk bekerja di negara ASEAN adalah mengenai bahasa dan perbedaan peraturan kerja, maka perlu ditingkatkan kemampuan bahasa dan pemahaman aturan di negara-negara ASEAN.
Langkah Strategis Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
Pelaksanaan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 sudah di depan mata. Indonesia harus mulai mempersiapkan diri jika tidak ingin menjadi sasaran masuknya produk-produk negara anggota ASEAN. Indonesia harus banyak belajar dari pengalaman pelaksanaan free trade agreement (FTA) dengan China, akibatnya China menguasai pasar komoditi Indonesia. Tidak ada pilihan lain selain menghadapi dengan percaya diri bahwa bangsa Indonesia mampu dan menjadi lebih baik perekonomiannya dalam keikutsertaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 ini. Beberapa langkah strategis yang perlu dilaksanakan oleh pemerintah ialah dari sektor usaha perlu meningkatkan perlindungan terhadap konsumen, memberikan bantuan modal bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah, memperbaiki kualitas produk dalam negeri dan memberikan label SNI bagi produk dalam negeri agar memiliki nilai ekspor sehingga mampu bersaing, mendorong swasta untuk memanfaatkan pasar terbuka. Dalam sektor investasi, Indonesia dinilai akan menjadi negara yang lebih banyak diuntungkan karena diharapkan investasi asing mampu tumbuh pesat di Indonesia.
Dampak MEA Bagi Masyarakat
Terhitung sejak 2003-2013, Penguasaan lahan oleh korporasi (dengan luas 5.000-30.000 Ha) mengalami pertumbuhan sebesar 24,57%. Hal ini berakibat makin hilangnya akses petani gurem dan kecil terhadap lahannya (luas lahan 0-5000) sebanyak 5.177.195. Ketika MEA diberlakukan, maka para petani akan semakin termarginalkan karena kalah bersaing dengan korporasi besar. Tak pelak, angka kemiskinan kaum tani bahkan jumlah pengangguran pun semakin meningkat (Rahmi Hertanti, Indonesia For Global Justice).
Belum lagi imbas persaingan produk lokal dan impor. Dengan modal yang jauh lebih besar, dan penguasaan teknologi canggih plus keberpihakan negara, maka negara besar dapat memproduksi barang jauh lebih banyak, yang konsekuensinya dapat menghasilkan harga jual lebih rendah. Sementara masyarakat pada umumnya memilih membeli produk yang lebih murah meski impor, sehingga lambat-laun pengusaha lokal pun akan banyak yang gulung tikar karena kalah saing.
Yang lebih berbahaya lagi adalah jika korporasi asing dapat masuk menguasai sektor-sektor vital negara karena kekuatan modal yang besar, maka barang-barang kepemilikan umum seperti minyak bumi, gas bumi, dan barang tambang lain, serta sumber mata air dan hutan akan menjadi milik mereka. Rakyat akan kehilangan haknya, sedangkan pemerintah tidak bisa mengintervensi. Peran negara sebagai pelayan rakyat semakin tereduksi, hanya berfungsi sebagai regulator saja.
Akhirnya, korporasi asing dapat menyetir penguasa. Dengan mempengaruhi perpolitikan suatu negara untuk menghasilkan kebijakan yang menguntungkan perusahaan serta negara asalnya, walaupun itu harus mengorbankan jutaan rakyat lokal.
Bonus demografi adalah bonus atau peluang (window of opportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsipenduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Di Indonesia fenomena ini terjadi karena proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun lalu dipercepat oleh keberhasilan kita menurunkan tingkat fertilitas, meningkatkan kualitas kesehatan dan suksesnya program-program pembangunan sejak era Orde Baru hingga sekarang.
Keberhasilan program seperti KB selama berpuluh tahun sebelumnya telah mampu menggeser penduduk berusia di bawah 15 tahun (anak-anak dan remaja) yang awalnya besar di bagian bawah piramida penduduk Indonesia ke penduduk berusia lebih tua (produktif 15-64 tahun). Struktur piramida yang “menggembung di tengah” semacam ini menguntungkan, karena dengan demikian beban ketergantungan atau dukungan ekonomi yang harus diberikan oleh penduduk usia produktif kepada penduduk usia anak-anak (di bawah 15 tahun) dan tua (di atas 64 tahun) menjadi lebih ringan.
Maka kemudian muncul parameter yang disebut “rasio ketergantungan” (dependency ratio), yaitu rasio yang menunjukkan perbandingan antara kelompok usia produktif dan non produktif. Rasio ini sekaligus menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Semakin rendah angka rasio ketergantungan suatu negara, maka negara tersebut makin berpeluang mendapatkan bonus demografi.
Engine of Growth
Bonus demografi menjadi pilar peningkatan produktivitas suatu negara dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan SDM produktif. Ketika angka fertilitas menurun, pertumbuhan pendapatan perkapita untuk memenuhi kebutuhan penduduk usia anak-anak dapat dialihkan untuk peningkatan mutu manusia. Pada saat yang sama, jumlah anak yang sedikit membuka peluang perempuan untuk masuk ke pasar kerja yang sekali lagi akan mendongkrak produktivitas.
Menurut guru besar demografi Universitas Indonesia Prof. Dr Sri Moertiningsih Adioetomo, Indonesia sudah mendapat bonus demografi mulai 2010 dan akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2020 hingga tahun 2030. Berdasarkan data BPS hasil sensus penduduk tahun 2010 angka rasio ketergantungan kita adalah 51,3%(lihat grafik). Bonus demografi tertinggi biasanya didapatkan angka ketergantungan berada di rentang antara 40-50%, yang berarti bahwa 100 orang usia produktif menanggung 40-50 orang usia tidak produktif.
B. AFTA
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. Produk yang dikatagorikan dalam General Exception adalah produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi dan budaya
1. Lahirnya AFTA
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN (ASEAN Summit) ke-4 di Singapura pada tahun 1992, para kepala negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun.
2. Tujuan dari AFTA
- menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global.
- menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
- meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).
Manfaat :
- Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
- Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
- Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
- Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.
- Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.
- KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, dimana enam negara anggota ASEAN Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand, sepakat untuk mencapai target bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003; bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007; dan pada tahun 2010 seluruh tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah 100% untuk anggota ASEAN yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun 2008 untuk Laos dan Myanmar dan tahun 2010 untuk Cambodja.
- Tahun 2000 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
- Tahun 2001 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
- Tahun 2002 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas.
- Tahun 2003 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas.
- Untuk ASEAN-4 (Vietnam, Laos, Myanmar dan Cambodja) realisasi AFTA dilakukan berbeda yaitu :
- Vietnam tahun 2006 (masuk ASEAN tanggal 28 Juli 1995).
- Laos dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997).
- Cambodja tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April 1999).
- Produk terdapat dalam Inclusion List (IL) baik di Negara tujuan maupun di negara asal, dengan prinsip timbale balik (reciprosity). Artinya suatu produk dapat menikmati preferensi tarif di negara tujuan ekspor (yang tentunya di negara tujuan ekspor produk tersebut sudah ada dalam IL), maka produk yang sama juga harus terdapat dalam IL dari negara asal.
- Memenuhi ketentuan asal barang (Rules of Origin), yaitu cumulative ASEAN Content lebih besar atau sama dengan 40%.
C. AFCTA
Perjanjian ACFTA diselenggarakan dengan maksud membuka akses pasar Indonesia ke cina. Sebagai Negara berpenduduk banyak indonesia menjadi incaran strategis cina. Permasalah ekonomi dan infrastruktur yang tidak mendukung telah menghalangi industri dalam negeri untuk bertahan hidup bahkan di negri sendiri. Dari beberapa Negara yang telah menyetujui perjanjian ini indonesia adalah salah satu Negara yang mengalami defisit dimana impor lebih besar dari pada ekspor. Sehingga dampak dari perdagangan bebas cina dan Indonesia (ACFTA) perlu dilakukan revisi. Hal ini memerlukan adanya solusi, sikap mental dan kecintaan rakyat Indonesia pada produk dalam negeri.
PERSIAPAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI ACFTA
a. Ketersediaan infrastruktur akan berdampak positif pada investasi swasta, inflasi juga dapat ditekan dengan mengurangi biaya transportasi dan energi dapat ditekan. Akibatnya investor akan tertarik menanamkan modal di indonesia, dan perekonomian Negara kita akan tumbuh dengan cepat.
b. Infrastruktur jalan dalam negri banyak yang sudah rusak, sempit dan berlubang-lubang, bahkan kerusakan tersebut terjadi di daerah industri dimana tingkat transportasi bahan produksi tinggi. Sedangkan cina membangun jalan raya sepanjan 25 km per hari, sangat kontras dengan indonesia yang tidak sampai 2.5 km perhari.
c. Pemerintah sering kali terlambat menerapkan kebijakan pengaman sebagai mekanisme perlindungan industri lokal. Apabila sudah terlambat maka pengaman tidak akan berguna lagi karena industrinya sudah terlanjur mati.
d. Pemerintah indonesia sudah memberlakukan persyaratan dimana produk dari luar negri harus memenuhi standard nasional indonesia (SNI), memiliki label berbahasa indonesia, dan tidak menjual produk dengan harga yang lebih murah dibandingkan di negara asalnya.
Dampak ACFTA terhadap UMKM di INDONESIA
a. Ketergantungan industri dalam negri terhadap impor bahan baku dari cina adalah factor yang mendasari kalahnya bersaing produk dalam negri tersebut, dimana para pengrajin batik sudah mengeluhkan keadaan tersebut. Mereka dipaksa untuk meningkatkan biaya produksi sebab bahan baku yang mahal harganya tersebut tidak dapat dihindarkan.
b. Keterpurukan pengusaha dalam negri kita juga di sebabkan oleh kurs mata uang Rupiah indonesia mengalami penguatan terhadap kurs cina yuan, hal tersebut mengakibatkan harga barang-barang cina menjadi lebih murah apabila di jual di indonesia dan harga barang-barang indonesia yang dijual di cina akan mengalami inflasi.
c. Momentum inflasi bahan baku dan penguatan kurs yuan terhadap dollar AS yang terjadi akhir-akhir ini tidak dapat dimanfaatkan semaksimalkan mungkin sebab rupiah memimpin penguatan mata uang di asean. Hal tersebut diatur dalam IAS No 21 The Effects Of Changes In foreign Exchange Rates.
d. Sebagai contoh akan peristiwa ini, jika perbandingan pertukaran antara rupiah dan yuan adalah 1:1,5, maka jika harga produk tersebut di jual dalam rupiah dengan harga Rp1000 maka di cina akan dijual seharga 1500 yuan, dan apabila produk di cina di jual dengan harga 1500 yuan maka di indonesia akan terjual dengan harga 1000 rupiah. Oleh karena itu maka bank indonesia diharapkan dapat menjaga penguatan Rupiah untuk menghindari dampak negatif terhadap industri dalam negri.
· MANFAAT ACFTA BAGI INDONESIA
Ditengah gonjang-ganjing kesiapan Indonesia menghadapi serbuan produk cina di pasar, banyak investor yang memandang bahwa Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar. Cara pandang investor terhadap indonesia sudah berkembang. Penduduk indonesia yang menjadi penyumbang 40% populasi penduduk ASEAN1 membuka peluang investasi di indonesia. Perusahaan cina agresif berinvestasi dalam sector energy, kontraktor, perbankan, perkebunan, dan telekomunikasi. Sebagai contoh PT Bajradaya sentranusa Li Hongquan telah menyelesaikan proyek pembangkit listrik tenaga air Asahan yang menguntungkan Negara kita dari kekurangan energi sebab Negara kita tidak memiliki sumber daya untuk mengembangkan proyek tersebut. Dan investasi tersebut akan mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membuka lapangan pekerjaan dan CSR2 perusahaan.
Perjanjian ini juga akan membuka pasar cina bagi pengusaha indonesia, peluang ini sangat menggiurkan sebab populasi penduduk cina yang sangat besar menjadi kue bagi perusahaan indonesia yang sangat besar porsinya.
D. MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya system perdagaangan bebas antara Negara-negara asean. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). Pada KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi.
Tujuan Ekonomi ASEAN 2015
Tujuan dibuatnya Ekonomi ASEAN 2015 yaitu untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, dengan dibentuknya kawasan ekonomi ASEAN 2015 ini diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara ASEAN, dan untuk di Indonesia diharapkan tidak terjadi lagi krisis seperti tahun 1997.
Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Dalam beberapa hal, Indonesia dinilai belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Namun banyak peluang yang dapat kita lihat dari Ekonomi ASEAN 2015 ini. Banyak kalangan yang merasa ragu dengan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Dalam kekhawatiran mengenai terhantamnya sektor-sektor usaha dalam negeri kita, jika kita mengingat bagaimana hubungan bilateral Indonesia dengan China. Kini China mampu menguasi pasar domestik kita yang pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas Indonesia. Indonesia masih berada di posisi 121 dari 185 negara, itu artinya masih perlu pembenahan dalam memaksimalkan daya saing SDM di Indonesia melalui kesempatan pendidikan, dan kesehatan. Masalah yang kita lihat mengenai kualitas SDM sebenarnya hanyalah salah satu masalah mendasar yang dialami Indonesia.
Hambatan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Hambatan yang dihadapi oleh pekerja Indonesia untuk bekerja di negara ASEAN adalah mengenai bahasa dan perbedaan peraturan kerja, maka perlu ditingkatkan kemampuan bahasa dan pemahaman aturan di negara-negara ASEAN.
Langkah Strategis Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
Pelaksanaan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 sudah di depan mata. Indonesia harus mulai mempersiapkan diri jika tidak ingin menjadi sasaran masuknya produk-produk negara anggota ASEAN. Indonesia harus banyak belajar dari pengalaman pelaksanaan free trade agreement (FTA) dengan China, akibatnya China menguasai pasar komoditi Indonesia. Tidak ada pilihan lain selain menghadapi dengan percaya diri bahwa bangsa Indonesia mampu dan menjadi lebih baik perekonomiannya dalam keikutsertaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 ini. Beberapa langkah strategis yang perlu dilaksanakan oleh pemerintah ialah dari sektor usaha perlu meningkatkan perlindungan terhadap konsumen, memberikan bantuan modal bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah, memperbaiki kualitas produk dalam negeri dan memberikan label SNI bagi produk dalam negeri agar memiliki nilai ekspor sehingga mampu bersaing, mendorong swasta untuk memanfaatkan pasar terbuka. Dalam sektor investasi, Indonesia dinilai akan menjadi negara yang lebih banyak diuntungkan karena diharapkan investasi asing mampu tumbuh pesat di Indonesia.
Dampak MEA Bagi Masyarakat
Terhitung sejak 2003-2013, Penguasaan lahan oleh korporasi (dengan luas 5.000-30.000 Ha) mengalami pertumbuhan sebesar 24,57%. Hal ini berakibat makin hilangnya akses petani gurem dan kecil terhadap lahannya (luas lahan 0-5000) sebanyak 5.177.195. Ketika MEA diberlakukan, maka para petani akan semakin termarginalkan karena kalah bersaing dengan korporasi besar. Tak pelak, angka kemiskinan kaum tani bahkan jumlah pengangguran pun semakin meningkat (Rahmi Hertanti, Indonesia For Global Justice).
Belum lagi imbas persaingan produk lokal dan impor. Dengan modal yang jauh lebih besar, dan penguasaan teknologi canggih plus keberpihakan negara, maka negara besar dapat memproduksi barang jauh lebih banyak, yang konsekuensinya dapat menghasilkan harga jual lebih rendah. Sementara masyarakat pada umumnya memilih membeli produk yang lebih murah meski impor, sehingga lambat-laun pengusaha lokal pun akan banyak yang gulung tikar karena kalah saing.
Yang lebih berbahaya lagi adalah jika korporasi asing dapat masuk menguasai sektor-sektor vital negara karena kekuatan modal yang besar, maka barang-barang kepemilikan umum seperti minyak bumi, gas bumi, dan barang tambang lain, serta sumber mata air dan hutan akan menjadi milik mereka. Rakyat akan kehilangan haknya, sedangkan pemerintah tidak bisa mengintervensi. Peran negara sebagai pelayan rakyat semakin tereduksi, hanya berfungsi sebagai regulator saja.
Akhirnya, korporasi asing dapat menyetir penguasa. Dengan mempengaruhi perpolitikan suatu negara untuk menghasilkan kebijakan yang menguntungkan perusahaan serta negara asalnya, walaupun itu harus mengorbankan jutaan rakyat lokal.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.yuswohady.com/2012/11/17/bonus-demografi/
http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA
http://en.wikipedia.org/wiki/ACFTA
http://www.scribd.com/doc/36915902/Tugas-Makalah-Polugri-ACFTA
https://marchilinoangga.wordpress.com/2014/11/14/peluang-dan-tantangan-ekonomi-islam-dalam-menghadapi-masyarakat-ekonomi-asean-mea-tahun-2015/
http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA
http://en.wikipedia.org/wiki/ACFTA
http://www.scribd.com/doc/36915902/Tugas-Makalah-Polugri-ACFTA
https://marchilinoangga.wordpress.com/2014/11/14/peluang-dan-tantangan-ekonomi-islam-dalam-menghadapi-masyarakat-ekonomi-asean-mea-tahun-2015/